Selasa, 04 November 2014

SUSTAINBILITY (Keberlanjutan)

Informasi organisasi merupakan salah satu teori komunikasi yang membahas mengenai pentingnya penyebaran informasi dalam organisasi untuk menjaga kelangsungan hidup organisasi tersebut.  Teori ini menekankan proses dimana individu mengumpulkan, mengelola, dan menggunakan informasi.
  1. Organisasi manusia ada dalam sebuah lingkungan informasi. Asumsi ini menyatakan bahwa organisasi bergantung pada informasi agar dapat berfungsi dengan efektif dan mencapai tujuan mereka.
  2. Informasi yang diterima sebuah organisasi berbeda dalam hal ketidakjelasannya. Ketidakjelasan yang dimaksud disini adalah ambiguitas dalam hal informasi yang diterima oleh organisasi.
  3. Organisasi manusia terlibat di dalam pemrosesan informasi untuk mengurangi ketidakjelasan informasi. Dalam upaya mengurangi ambiguitas tersebut, organisasi mulai melakukan aktivitas kerja sama untuk membuat informasi yang diterima dapat dipahami dengan baik

Arti Sustainability dalam bahasa Indonesia adalah berkelanjutan, dari arti ini saya dapat menyimpulkan bahwa setiap bangsa akan mengalami sustain, setiap kota akan mengalami sustain, bahkan setiap orang pun mengalami sustain.

Suatu sistem atau proses dikatakan sustainable apabila, dalam waktu yang tak terbatas, sumberdaya material dan energi yang diperlukan untuk tetap beroperasi atau berfungsi secara terus menerus (berkesinambungan) tidak pernah semakin berkurang.

Istilah sustainable pertama kali dipakai dalam kaitannya dengan gagasan sustainable yield dalam berbagai upaya manusia seperti misalnya dalam usaha kehutanan dan perikanan.

Dengan maksud agar populasi-nya tetap terjaga secara seimbang, pepohonan, ikan, dan species biologis lainnya diupayakan untuk mungkin tumbuh dan berkembang biak dengan laju lebih cepat dibandingkan terhadap yang dibutuhkan (dipanen).

Dengan upaya seperti yang diuraikan diatas, dimungkinkan untuk memanen pepohonan atau ikan sejumlah persentase tertentu di setiap jangka waktu tertentu tanpa semakin membuat luas hutan semakin berkurang atau populasi ikan menjadi dibawah suatu angka dasar tertentu.

Sepanjang jumlah yang dipanen tetap menyisakan populasi yang memadai untuk tumbuh dan mengganti yang hilang dengan sendirinya, praktek pemanenan seperti ini tetap dapat terus dilakukan sampai kapanpun. Cara pemanenan yang demikian ini dikatakan sustainable yield. Konsep sustainable yield juga berlaku untuk kasus pasok air tawar, eksploitasi lahan, dan kemampuan sistem alam seperti atmosfir atau sungai untuk menyerap pollutant (bahan yang mencemari) tanpa menjadi rusak.

Kecenderungan global pertambahan penduduk, degradasi lahan, pemanasan global dan loss of biodiversity (hilang/turun-nya keragaman hayati) , ke-empat-empat-nya dapat dilihat sebagai contoh-contoh yang menuju keluar batas “sustainable yield” , ke-empat hal tersebut tidak sustainable..

Mengembangkan konsep sustainability lebih lanjut, kita dapat menyebut masyarakat yang sustainable (sustainable society) sebagai suatu masyarakat yang, dari satu generasi ke generasi selanjutnya :
  • Tidak pernah mengalami keadaan semakin menipis atau semakin habisnya berbagai sumberdaya dasar yang ia butuhkan sebagao akibat dari terlampauinya (akibat kegiatan mereka) ambang batas sustainable yields, dan juga
  • Tidak menghasilkan pollutants (bahan-bahan yang mencemari) lebih banyak dari kemampuan (kapasitas) alam untuk menyerap , menetralisir , dan/atau “menguraikan” -nya.
Dalam pengertian tradisional, kita mungkin masih mengartikan kata development ( pengembangan / pembangunan ) identik dengan pembabatan bersih areal alami agar tersedia ruang untuk lebih banyak pusat perbelanjaan, jalur-jalur perumahan, atau tanah-tanah untuk pertanian, suatu proses yang telah sangat jelas non-sustainable untuk kurun waktu jangka panjang.

Kita perlu memikirkan development ( pengembangan / pembangunan ) dalam pengertian yang lebih luas yang memperhatikan prinsip-prinsip sustainability.

Konsep sustainable development haruslah tidak di-sama-arti-kan dengan gagasan kembali ke status kebudayaan primitif “hidup harmonis dengan alam” karena hidup yang demikian ini pada kenyataannya melibatkan penderitaan, ke-tidak-nyaman-an, kesakitan, tingkat kematian bayi yang tinggi, dan usia kematian yang lebih dini dipetik dan diterjemahkan dari buku Environmental Science, The Way The World Works, Bernard J. Nebel & Richard T. Wright, PRENTICE HALL, Upper Saddle River – New Jersey, 1998, sixth Edition , halaman 14

AUTOPOIESIS

Pengertian

Autopoiesis dapat diartikan sebagai system yang dapat atau mampu untuk mengorganisasikan, membentuk serta mereproduksi dirinya sendiri lepas dari pengaruh individu-individu yang ada di dalamnya. Pengertian ini dapat diartikan juga sebagai system yang dapat menghasilkan dan mempertahankan dirinya dengan menciptakan komponen-komponennya sendiri. Autopoiesis tidak berarti bahwa sistem bersifat tertutup dari lingkungan di luarnya. Karena sistem adalah reduksi dari kompleksitas, di mana yang kompleks itu adalah lingkungan di luar sistem, oleh karena itu maka akan selalu terjadi interaksi antara sistem dengan lingkungan. Dengan demikian sistem akan selalu terbuka terhadap lingkungan luarnya (karena adanya interaksi) dan tertutup (karena mengorganisasikan diri sendiri) pada saat yang sama.

Sejarah / latar belakang konsep

Kata “Autopoiesis” berasal dari kata Yunani auto yang berarti diri, dan poiesis yang berarti penciptaan atau produksi. Autopoiesis berarti penciptaan diri sendiri. Kata ini pertama kali diperkenalkan oleh biolog asal Chile, yakni Francisco Varela dan Humberto Maturana pada 1973.

Luhmann banyak dipengaruhi oleh Humberto Maturana, terutama pada tesisnya bahwa sistem memiliki ciri yang bersifat autopoiesis.

Teori Autopoiesis oleh Niklas Luhmann berawal ketika dunia mengalami fast post modern yakni dalam suatu masalah di dunia ini tidak hanya mengenal satu jawaban atau solusi saja dalam mengatasinya sehingga muncul berbagai solusi-solusi dalam menjawab masalah tersebut. Sistem yang diperkenalkan Luhmann menyajikan teori tentang masyarakat sebagai sistem yang dapat memproduksi sendiri atau autopoietic.

Autopoiesis adalah satu ciri khas dari teori sistem Luhmann. Sesuatu yang bersifat autopoiesis berarti sesuatu (dalam arti satu dan utuh) yang diatur sebagai jaringan dari proses-proses produksi dari bagian-bagian yang “melalui interaksi di antara mereka dan perubahan yang berkelanjutan terus mereproduksi dan menjadi proses jaringan yang memproduksi mereka; membentuknya sebagai satu kesatuan yang konkret di dalam ruang di mana mereka berada dengan mengkhususkan ranah realisasinya seperti jaringan”.

Ide tentang adanya sistem yang mampu mengatur dan mereproduksi dirinya sendiri memiliki logika internal, bahwa adanya tujuan final dari seluruh gerak alam. Semua refleksi semacam ini dapat ditemukan di dalam metafisika Aristoteles, Monadology tulisan Leibniz, dan Critique of Judgment-nya Immanuel Kant. Dengan munculnya era dominasi kaum borjuis pada abad ke-18, hampir semua teori politik, ekonomi, dan etika mulai untuk menyelidiki bagaimana relasi antara bagian dengan keseluruhan, yakni tentang bagaimana individu-individu sebagai bagian dari komunitas akhirnya dapat membentuk komunitas bersama tanpa saling menghancurkan. Refleksi ini banyak dikenal sebagai problem tatanan (problem of order). Sampai sekarang, problematika tatanan tetap berada di dalam selubung misteri yang hanya dapat dipikirkan secara spekulatif dalam perdebatan yang panjang, dan tampak tak pernah berakhir.

 

Relevansi dengan system thinking

Relevansi autopoiesis dengan system thinking adalah untuk dapat melihat dan mejelaskan proses reproduksi sistem dan menjelaskan elemen-elemen pembentuknya, serta dapat menggambarkan bagaimana struktur sistemik sebagai tatanan yang timbul mencuat dari kekacauan.

 

Manfaat dari Autopoiesis

Manfaat dari Autopoiesis adalah membentuk suatu organisasi sebagai satu kesatuan yang konkret di dalam ruang di mana mereka berada dengan mengkhususkan ranah realisasinya seperti jaringan. Dengan adanya Autopoiesis, system dapat menyelidiki bagaimana relasi antara bagian dengan keseluruhan, yakni tentang bagaimana individu-individu sebagai bagian dari komunitas akhirnya dapat membentuk komunitas bersama tanpa saling menghancurkan.

 

System operasi Autopoiesis

System operasi dari Autopoiesis yaitu dengan melakukan komunikasi yang membentuk sistem dimana didalam komunikasi tersebut ada 3 elemen yaitu: Yang pertama adalah informasi (information), yang kedua adalah ungkapan (utterance), dan yang ketiga adalah pengertian (understanding). Ketiga proses ini memainkan peranan sentral di dalam proses komunikasi dan pembentukan makna. Dan karena makna merupakan kondisi kemungkinan bagi terciptanya sistem, dan karena makna juga merupakah elemen yang memungkinkan komunikasi, maka ketiga faktor diatas merupakan tiga pilar pembentuk sistem social.
Jika ketiga elemen tersebut dapat berfungsi produktif, maka komunikasi yang membentuk sistem dapat dilaksanakan lebih jauh. Di dalam komunikasi, pengertian (understanding) bukanlah tujuan (telos), seperti pada teori-teori hermeneutika. Sistem bersifat autopoiesis, maka komunikasi juga bersifat autopoiesis. Artinya, tujuan utama komunikasi adalah reproduksi dirinya sendiri, dan bukan mencapai kesaling pengertian (mutual understanding). Masalahnya berakar pada kesalahpahaman atas arti komunikasi itu sendiri. Di dalam teori-teori hermeneutika, terutama Habermas dan Apel, komunikasi dipahami sebagai suatu tindakan komunikatif yang berorientasi pada konsensus. Luhmann tidak sepakat akan hal ini. Pertama, konsensus tidaklah dapat dicapai melampaui lokalitas dan temporalitas, karena komunikasi tetap membutuhkan ketidaksetujuan untuk melanjutkan prosesnya. Jika konsensus universal dapat dicapai, maka sistem pun akan berakhir. Di sisi lain, konsep tentang tindakan, seperti tindakan komunikatif, tidak dapat menjadi dasar bagi suatu teori sosial, karena di dalam perspektif teori sistem, tindakan adalah suatu akibat (effect) dan bukan sebab (cause). Oleh karena itu, teori tindakan komunikatif tidak pernah dapat menjadi dasar bagi refleksi sosial, karena masih ada penyebab yang lebih mendasar dari itu, yakni sistem itu sendiri. Teori sistem memandang komunikasi bukan sebagai tindakan aktif, melainkan sebagai keniscayaan, sebagai kondisi kemungkinan bagi keberadaan sistem itu sendiri yang bersifat autopoiesis. Maka, komunikasi tidak pernah dapat dipahami sebagai sebuah tindakan.

Komunikasi berada di atas kesadaran, sehingga “komunikasi dianggap mampu mengamati kesadaran”. Akan tetapi, pengamatan itu dilakukan dari luar, dan dalam batas-batas logika internal sistem yang tengah diamati. Komunikasi dan kesadaran beroperasi secara bersamaan tanpa melibatkan yang satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, ketika kesadaran dan sistem sosial telah benar-benar terpisah, relasi antara keduanya dapat disebut sebagai “interpenetrasi” (interpenetration), yakni suatu konsep yang menggambarkan status interdependensi antara sistem yang muncul bersama sebagai hasil dari proses evolusi sistem yang kompleks. Pada titik ini, sistem sosial selalu sudah mengandaikan sistem kesadaran, dan sebaliknya. Kesadaran dapat berpartisipasi di dalam komunikasi untuk membentuk sistem sejauh berfungsi sebagai salah satu unsur yang berperan di dalam karakter autopoiesisnya. Secara sederhana, kesadaran bersifat subordinat terhadap sistem, dan justru sistem yang mendeterminasi kesadaran individu, bukan sebaliknya. Sistem terbentuk dari jaringan-jaringan komunikasi yang bersifat autopoiesis yang melampaui kesadaran dan kebebasan individu.

System Dynamic (Dinamika Sistem)

Faktor Pendorong Dinamika Kelompok Sosial yang berasal dari Dalam (Intern): Faktor ini merupakan kondisi dalam kelompok yang menyebabkan perkembangan suatu kelompok sosial, di antaranya sebagai berikut:

a)    Adanya konflik antaranggota kelompok Konflik yang terjadi di dalam kelompok dapat menyebabkan keretakan dan berubahnya pola hubungan sosial, misalnya seseorang yang merasa termasuk ke dalam in group suatu kelompok sosial, karena terdapat konflik, maka menjadi out group dari kelompok tersebut. Akibat konflik yang terjadi di dalam kelompok dapat juga menyebabkan terpecahnya sebuah kelompok sosial.

b)    Adanya perbedaan kepentingan Ketika dalam suatu kelompok sosial terdapat perbedaan kepentingan, maka kelangsungan kelompok sosial tersebut dapat terpecah. Anggota kelompok yang merasa tidak sepaham akan memisahkan diri dan bergabung dengan kelompok lain yang sepaham dengannya. Misalnya, munculnya kelompok volunteer di tengah-tengah masyarakat.

c)    Adanya Perbedaan paham Perbedaan paham di antara anggota kelompok sosial dapat mempengaruhi kelompok sosial secara keseluruhan. Hal ini dapat berpengaruh terhadap keberadaan suatu kelompok sosial.

Metodologi “system dynamics” pada dasarnya menggunakan hubungan-hubungan sebab-akibat (causal) dalam menyusun model suatu sistem yang kompleks, sebagai dasar dalam mengenali dan memahami tingkah laku dinamis sistem tersebut. Dengan perkataan lain, penggunaan metodologi “system dynamics” lebih ditekankan kepada tujuan-tujuan peningkatan pengertian kita tentang bagaimana tingkah laku sistem muncul dari strukturnya.
  1. Sifat dinamis dari sistem, yaitu sistem akan berubah seiring berjalannya waktu dan semakin bertambahnya pengalaman dari system tersebut.
  2. Struktur fenomena dari sistem mengandung paling sedikit satu struktur umpan-balik.
  3. Keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi harus dibedakan di dalam model.
  4. Adanya struktur stok dan aliran dalam kehidupan nyata harus dapat direpresentasikan di dalam model.
  5. Aliran-aliran yang berbeda secara konseptual, di dalam model harus dibedakan.
  6. Hanya informasi yang benar-benar tersedia bagi aktor-aktor di dalam sistem yang harus digunakan dalam pemodelan keputusannya.
  7. Struktur kaidah pembuatan keputusan di dalam model haruslah sesuai (cocok) dengan praktek-praktek manajerial. Model haruslah robust dalam kondisi-kondisi ekstrim.

COMPLEXITY (Kompleksitas)

Kita dapat menyimpulkan bahwa kompleksitas meningkat ketika berbagai (perbedaan) , dan ketergantungan (koneksi ) bagian atau aspek peningkatan , dan ini dalam beberapa dimensi . Ini termasuk setidaknya biasa 3 dimensi spasial , struktur geometri , dimensi skala spasial , dimensi waktu atau dinamika , dan dimensi skala waktu atau dinamis . Dalam rangka untuk menunjukkan kompleksitas yang telah meningkat secara keseluruhan , itu sudah cukup untuk menunjukkan , bahwa - semua hal lain dianggap sama - variasi dan / atau sambungan telah meningkat dalam setidaknya satu dimensi .

Proses peningkatan varietas dapat disebut diferensiasi , proses peningkatan jumlah atau kekuatan koneksi dapat disebut integrasi. Kami sekarang akan menunjukkan bahwa evolusi secara otomatis menghasilkan diferensiasi dan integrasi, dan ini setidaknya sepanjang dimensi ruang , skala spasial , waktu dan skala temporal. Kompleksitas diproduksi oleh diferensiasi dan integrasi dalam dimensi spasial dapat disebut " struktural " , dalam dimensi temporal " fungsional " , dalam dimensi skala spasial " struktural hirarkis " , dan dalam dimensi skala waktu " fungsional hirarkis " .

Ini mungkin masih keberatan bahwa perbedaan dan koneksi yang pada umumnya tidak diberikan , sifat obyektif. Berbagai dan kendala akan tergantung pada apa yang dibedakan oleh pengamat , dan dalam sistem realistis kompleks menentukan apa yang harus membedakan adalah jauh dari masalah sepele . Apa pengamat tidak akan mengambil orang- perbedaan yang entah bagaimana yang paling penting , menciptakan kelas - tingkat tinggi fenomena serupa , dan mengabaikan perbedaan yang ada di antara anggota kelas-kelas ( Heylighen , 1990 ) . Tergantung pada perbedaan pengamat membuat , dia dapat melihat variasi dan ketergantungan mereka ( dan dengan demikian kompleksitas model ) menjadi lebih besar atau lebih kecil , dan ini juga akan menentukan apakah kompleksitas terlihat untuk menambah atau mengurangi.
Ilmu kompleksitas (Emonds, 1999), dikelola dengan  :
a) Kajian kompleksitas menggunakan teknis formal yang memang baru dan komprehensif seperti automata, model tipologis, jejaring saraf dan sebagainya.
b) Berkenaan dengan sistem dimana perilaku yang hendak diamati muncul secara evolusioner berdasarkan dinamika sistem. Secara epistomologis itu memiliki beberapa kaidah pengamatan yang melibatkan beberapa landasan ilmu dengan kategori lama.
c) Cenderung menggunakan teknik permodelan yang meramalkan atau menjelaskan sistem dalam orde atau lenih (sifat non-linear).

Berdasarkan uraian di atas tampak jelas bahwa model sangat membantu dalam menjeskan kompleks. Sementara itu, model merupakan suatu pola dari sesuatu yang akan dibuuat atau di hasilkan. Simarmata (1983) mendefinisikan model sebagai abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa bagian atau sifat dari kehidupan sebenarnya. Jenis-jenis model dapat diklarifikasikan sebagai berikut :

Kelas I, pembagian menurut fungsi terdiri dari :
  • Model deskriptif, hanya menggambarkan situasi sebuah sistem tanpa rekomendasi dan peramalan sebagai miniatur obyek yang di pelajari.
  • Model Prediktif, Model menggambarkan apa yang akan terjadi, bila sesuatu telah terjadi.
  • Model normatif, merupakan model yang menyediakan jawaban terbaik terhadap suatu persoalan. Model ini memberikan rekomendasi tindakan-tindakan yang perlu di ambil, disebut juga sebagai model simulasi. Masalah model normatis biasanya berbentuk penetuan nilai-nilai dari variabel yang dapat dikendalikan yang akan menghasilkan manfaat yang paling besar seperti yang di ukur oleh variasi hasil atau kriteria.

Kelas II, pembagian menurut struktur terdiri dari : 
  • Model Ikonik, yaitu model yang dalam suatu skala tertentu meniru sistem aslinya.
  • Model Analog, yaitu yang meniru sistem aslinya dengan hanya mengambil beberapa karakteristik utama dan menggambarkan dengan benda atau sistem lain secara analog.
  • Model Simbolis, yaitu model yang menggambarkan sistem yang di tinjau dengan simbol-simbol, biasanya menggunakan simbol-simbol matematik. Dalam hal ini di wakili oleh variabel-variabel dari karakteristik sistem yang di timjau.

Kelas III, Pembagian menurut referennsi waktu terdiri dari :
  • Model statis, yaitu model yang tidak memasukkan faktor waktu dalam perumusannya.
  • Model Dinasmis, yaitu model yang mempunyai unsur waktu dalam perumusannya dan menunjukkan perubahan setiap saat akibat aktifitasnya.

Kelas IV, pembagian atas referensi kepastian terdiri dari :
  • Model Deterministik, yaitu model yang di dalam setiap kumpulan nilai input, hanya ada satu output yang unik, merupakan solusi model dalam keadaan pasti.
  • Model Probabilistik, yaitu model yang mencakup distribusi probabilistik (kemungkinan) dari input atau proses dan menghasilkan suatu deretan nilai bagi paling tidak satu variabel output disertai dengan kemungkinan-kemungkinan dari nilai-nilai tersebut.

Kelas V, pembagian dari generalitas yang terdiri dari :
  • Model Umum, yaitu model yang dapat di terapkan pada berbagai bidang fungsional.
  • Model Khusus, yaitu model yang dapat diterapkan terhadap sebuah bidang usaha fungsional tungga atau yang unik saja dan hanya dapat digunakan pada masalah-masalah tertentu.

CONNECTIVITY atau CONNEXITY (Koneksitas)

Secara umum koneksitas dalam kaitanya dengan komunikasi organisasi dapat diintensifkan oleh suatu organisasi melalui kegiatan sebagai berikut:

a.    Koordinasi
Koordinasi adalah kegiatan mengatur dan mengarahkan kegiatan oganisasi, baik yang selama dalam proses perencanaan, perancangan, maupun pelaksanaan program di lapangan sehingga kegiatan tersebut dapat berlangsung dengan baik dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab oleh seluruh komponen organisasi.
Berlangsung baiknya koordinasi dalam organisasi ditandai oleh adanya tingkat pertemuan, tingkat kunjungan lapangan penyelesaian masalah, dan tingkat pengelolaan laporan operasional rutin organisasi serta tercapainya tujuan kegiatan sesuai dengan yang telah ditergetkan organisasi.

b.    Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses pemberian informasi, pengadaptasian, penyesuaian, pengenalan dan penjabaran program kegiatan pokok organisasi sehingga kegiatan organisasi dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan aturan-aturan atau instruksi-instruksi yang diberikan.
Sosialisasi dilakukan dengan harapan terbangunnya persepsi visi dan misi organisasi, yang ditandai dengan tingkat pelaksanaan program pada kegiatan-kegiatan yang mampu melibatkan semua unsur organisasi dalam rangka percepatan pelaksanaan program dan tujuan organisasi secara keseluruhan.

c.    Sinergis
Sinergis adalah pelaksanaan kegiatan organisasi yang dilakukan dengan memberdayakan kemampuan komponen organisasi secara bersama-sama sebagai sumber daya organisasi secara keseluruhan dengan tujuan mencapai hasil yang lebih maksimal atau sesuai dengan target yang telah ditetapkan, dibandingkan melakukan kegiatan sendiri-sendiri.
Dengan sinergisitas diharapkan terbangunnya kerja sama yang saling menguntungkan antar organisasi, yang ditandai dengan pendayagunaan sumber daya organisasi yang optimal dan intensif dalam mencermati dan merancang program-program organisasi sebagai upaya mempercepat pelaksanaan kegiatan pokok organisasi secara keseluruhan.

d.    Evaluasi
Evaluasi adalah pengukuran atau penilaian terhadap kegiatan yang telah dicapai organisasi dengan sasaran atau target yang seharusnya dicapai atau perbandingan antara perencanaan dengan pelaksanaan. Untuk menghindari bias hasil penilaian, maka dalam melakukan evaluasi perlu memperhatikan ketepatan waktu maupun kriteria penilaian yang jelas. Sebagaimana yang dikemukakan Steers (dalam Kowal, 2001:44) bahwa “ketidakberhasilan mencapai keefektifan pengukuran disebabkan oleh kriteria yang tidak jelas dan tidak tepat serta waktu pelaksanaan evaluasi yang tidak tepat”.

Dengan evaluasi maka organisasi dapat membandingkan pelaksanaan dengan perencanaan. Hal mana evaluasi dilakukan dengan mengacu pada beberapa panduan hasil pelaksanaan kegiatan yang dapat dijadikan sebagai feed back (umpan balik) dalam mengambil keputusan, penyusunan dan penyempurnaan program kegiatan organisasi di masa yang akan datang.

Bufford dan Bedeian (1989) mengemukakan bahwa tujuan evaluasi adalah:
a) Untuk mengetahui sesuatu rencana yang diinginkan.
b) Untuk mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan intstruksi serta azas-azas yang telah diinstruksikan.
c) Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan dalam bekerja.
d) Untuk mengetahui segala sesuatu apakah berjalan efisien.
e) Untuk mencari jalan keluar bila ternyata dijumpai kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan atau kegagalan ke arah perbaikan.

Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa di samping sebagai bahan informasi maka evaluasi merupakan salah satu bentuk alat komunikasi yang dapat menyampaikan pesan dan pikiran, baik secara verbal maupun nonverbal kepada pihak-pihak lain yang memerlukan tentang hasil suatu kegiatan, misalnya penyampaian laporan hasil kegiatan oleh bawahan kepada pimpinan.

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa koneksitas dengan keempat unsurnya (koordinasi, sosialisasi, sinergis, evaluasi) merupakan jalinan komunikasi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif, yang dapat digunakan oleh organisasi, mulai dari saat perencanaan, implementasi program maupun sebagai feed back (umpan balik) untuk menyempurnakan kegiatan selanjutnya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi yang lebih maksimal di masa yang akan datang.

Holistic (Berpikir Holistic Non Linear)

Holisme adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa sistem alam semesta, baik yang bersifat fisik, kimiawi, hayati, sosial, ekonomi, mental-psikis, dan kebahasaan, serta segala kelengkapannya harus dipandang sebagai sesuatu yang utuh dan bukan merupakan kesatuan dari bagian-bagian yang terpisah. Sistem alam tidak dapat dipahami apabila kita mempelajarinya dengan cara memisahkan bagian-bagiannya: sistem harus dipelajari secara utuh sebagai suatu kesatuan.

Lawan dari holisme adalah reduksionisme, yaitu suatu paham yang menyatakan bahwa suatu sistem yang kompleks dapat dijelaskan dengan cara mempelajari hal-hal yang menjadi dasar sistem tersebut (reduction). Misalnya, suatu proses biologis dapat dijelaskan melalui proses kimiawi. Lalu proses kimiawi tersebut dapat diterangkan melalui proses fisika. Akibatnya, proses fisika dapat menjelaskan proses kimiawi yang menjadi dasar terjadinya proses biologis.

Holisme adalah suatu paham bahwa suatu sistem tidak bisa dipandang dari bagian-bagiannya saja. Sistem secara keseluruhan mempengaruhi bagaimana bagian bekerja. Diambil dari kata Holos yang artinya “Total” atau “semua”. Prinsip Holisme sendiri diutarkan dengan indah oleh Aristoteles “keseluruhan lebih dari bagian dari anggota-anggotanya”  Kata holisme ini sendiri pertamakali digunakan Jan Smuts tahun 1926.

Ruggerio memunculkan “PendekatanHOlistik dalam Pengajaran Berpikir – The Holistik Approach to the Teaching of thinking”. Menurut dia, ada dua keuntungan pembelajaran yang dapat diperoleh, jika model pembelajaran holistic ini dirancang baik, yaitu “ (1) Sebuah model holistic mencakup produksi, evaluasi ide dan mahasiswa hadir dengan kesatuan koheran pendekatan sekuensial yang berpikir produktif. (2) Sebuah model berpikir holistic cocok berpikir lebih luas situasi daripada model kreatif atau model kritis.

Pendekatan holistic ini, dalam setiap tahapan mendorong pembelajar untuk menggunakan pengetahuam dan pengalaman lampaunya yang kemudian dengan secara aktif sendiri atau bersama kelompok dipandu oleh guru menemukan dan membangun pengetahuan, konsep-konsep dari materi yang diajarkan. Dalam kegiatan ini kesempatan pembelajar untuk mengembangkan keterampilan berpikirnya. Model Pengajaran berpikir dengan pendekatan holistic ini, adalah satu pilihan yang mempertemukan pengajaran berpikir kritis dan kreatif, dengan tigaaa   kegiatan utama berpikir yaitu mengambil keputusan, pemecahan masalah dan analisis isu (Ruggiero, 1988:2).

Teori behavioristic cenderung mengarahkan pembelajar untuk berpikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan ataushaping, yaitu membawa pembelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak factor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.

Jadi dari kedua teori diatas, dapat disimpulkan bahwa berpikir Holistik lebih efektif dari berpikir linier reduction karena Model Pengajaran berpikir dengan pendekatan holistic ini, adalah satu pilihan yang mempertemukan pengajaran berpikir kritis dan kreatif, dengan tiga kegiatan utama berpikir yaitu mengambil keputusan, pemecahan masalah, dan analisis isu. Sedangkan model pengajaran dengan berpikir linier reduction, pembelajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pembelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.